Welcome to widhichenilpoenyagaye.blogspot.com


hay...hay....selamat datang di widhichenilpoenyagaye makasih ya yang udah mau mampir..silahkan di baca - baca semoga bermanfaat
salam sayang untuk kalian semua,,
GBU all..

widhiayoe
[Home] [Nasikucing.com] [Facebook [twitter ] [Contact Me]
Photobucket

Sunday, August 16, 2009

Piring kayu dan gelas bambu


hmmm....pagi - pagi,,utak atik flashdisc..eh ga sengaja nemu catatan yang lumayan bagus buat belajar,,,yang pengen lebih lanjut dibaca ya,,semoga bermanfaat..


SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama
anaknya, Arwan dan menantu perempuannya,
Rina, serta cucunya, Viva yang baru berusia enam tahun. Keadaan
lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar dan
pandangannya semakin hari semakin buram.

Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam bersama. Lelaki
tua itu merasa kurang nyaman menikmati
hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan sendok dan
garpu.
Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah anaknya dia tiada pilihan.
Cukup sukar dirasakannya,
sehingga seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa malu
seperti itu di depan
anak menantu, tetapi dia gagal menahannya. Oleh karena kerap sekali
dilirik menantu, selera makannya pun hilang. Dan
tatkala dia memegang gelas minuman, pegangannya terlepas.
Praaaaaannnnngggggg ... !! Bertaburanlah kaca di lantai.

Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut serpihan gelas
itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut, mukanya masam.
Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia hanya dapat melihat untuk
kemudian meneruskan makannya.
"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar ibunya berkata
pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak
masuk ke dalam kamar. Arwan hanya membisu. Sempat anak kecil itu
memandang tajam ke dalam mata ayahnya.

Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja kecil yang
rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di situlah ayahnya
menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak menantunya makan di
meja makan. Viva juga dilarang apabila dia merengek ingin makan bersama
kakeknya.

Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian.
Ketika itu dia teringat kampung halaman
yang ditinggalkan. Dia terkenang arwah isterinya. Lalu perlahan-lahan dia
berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak
kita pada abang."

Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ. Setiap hari dia
dihardik karena menumpahkan sisa makanan.
Dia diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari dari situ,
tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun menahan diri.
Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicaci dan
dihina anak menantu.

Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan menggunakan piring
kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat
dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia pernah melihat
piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya. Viva teringat,
semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia melihat tuan rumah itu
memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan
piring yang sama!.

"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis piring dan
mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya
bertanya.

Masa terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali waktu makan,
tiada lagi piring atau gelas yang pecah.
Apabila Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan, kedua-duanya
hanya berbalas senyum.

Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina terperanjat
melihat anak mereka sedang bermain
dengan kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu.
Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa sayang?
Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan menegur manja
anaknya.
Dia sedikit heran bagaimana anaknya dapat mengeluarkan peralatan itu,
padahal ia menyimpannya di dalam gudang.

"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk ayah dan ibu. Bila Viva besar
nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah
ke pasar beli piring untuk kakek," kata Viva.

Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan Rina terusik.
Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban
Viva menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiiris pisau. Mereka
tersentak, selama ini telah berbuat salah!

Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke
meja makan. Rina menyendokkan
nasi dan menuangkan minuman ke dalam
gelas. Nasi yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali
memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya. Dia tidak
bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk bersebelahan lagi
dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua itu juga tidak tahu kenapa anak
menantunya tiba-tiba berubah.

"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata Viva pada
ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya
mengangguk, tetapi dadanya terus sesak.


MORAL OF THE STORY:
Hargailah kasih sayang kedua orang tua kita.....
Ibu bapak kita hanya satu, setelah meninggal tidak akan ada pengganti...
Jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hidup...


No comments:

Post a Comment